Bahasa Indonesia (Kalimat Deduktif)

  • Paragraf Deduktif

Paragraf deduktif adalah paragraf yang ide pokok atau kalimat utamanya terletak di awal paragraf dan selanjutnya di ikuti oleh kalimat kalimat penjelas untuk mendukung kalimat utama.

  • Ciri-ciri paragraf deduktif
  1. kalimat utama berada di awal paragraf.
  2. kalimat disusun dari pernyataan umum yang kemudian disusul dengan penjelasan.
  • Contoh paragraf deduktif

Ada beberapa penyebab kemacetan di Jakarta. Pertama, jumlah armada yang banyak tidak seimbang dengan luas jalan. Kedua, kedisiplinan pengendara kendaraan sangat minim. Ketiga, banyak tempat yang memunculkan gangguan lalu lintas, misalnya pasar, rel kereta api, pedagang kaki lima, halte yang tidak difungsikan, banjir, dan sebagainya. Keempat, kurang tegasnya petugas yang berwenang dalam mengatur lalu lintas serta menindak para pelanggar lalu lintas.

Sumber : http://makalahpendidikan.blogdetik.com/paragraf-deduktif-ciri-cirijenis-contoh-paragraf-deduktif-dan-pengertian-paragraf-deduktif/

 

 

Artikel Bahasa Indonesia

WIRASWASTA

Saat ini, orang yang mampu melihat kesempatan untuk berusaha dan mengembangkan usahanya masih langka, padahal potensi dan sumber daya manuaia merupakan dua sumber alam yang besar untuk melahirkan para wiraswasta ekonomi. Masih harus dicari beberapa faktor yang menyebabkan wiraswastawan yang dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi itu langka.
Tidak dapat dipungkiri, kalau wawasan wiraswasta ada kaitannya dengan bakat seseorang sejak lahir. Jadi memang ada orang yang sama sekali tidak memiliki naluri berwiraswasta tapi ada pula sejumalah orang yang memang memiliki naluri untuk berwiraswasta. Naluri itu akan berkembang melalui pendidikan, karena dengan pendidikan akan menambah keingintahuan mengenai wirausaha itu dan termotifasi untuk berwiraswata. Tetapi perlu diingat juga, dalam berwiraswasta terkadang ada resiko yang harus dipikirkan sebelum memutuskan untuk berwirausaha jangan hanya memikirkan untungnya saja.
Yang benar-benar berani untuk mengambil resiko juga sangat langka, padahal keberanian mengambil resiko adalah modal dasar bagi setiap wiraswastawan karwna dengan resiko itu, wiraswastawan dapat berfikir bagaimana caranya untuk mengatasi resiko yang didapat dan bagaimana caranya untuk meningkatkan usahanya tersebut. Faktor lain yang menghambat orang untuk bermental wiraswasta adalah idealisme yang menginginkan jabatan-jabatan yang berpredikat formal, seperti dokter, pilot, insinyur, dan lain sebagainya.

BAB 6 HUKUM DAGANG (KUHD)

  1. Hubungan Hukum Dagang dan Hukum Perdata

Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Hubungan antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi. Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.

Hukum Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang meruapkan perluasan dari Hukum Perdata. Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat mengesampingkan ketentuan atau hukum umum. KUHPerdata (KUHS) dapat juga dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak mengaturnya secara khusus.

  1. Berlakunya Hukum Dagang

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 1 aturan peralihan UUD 1945 yang pada pokoknya mengatur bahwa peraturan yang ada masih tetap berlaku sampai pemerintah Indonesia memberlakukan aturan penggantinya. Di negeri Belanda sendiri Wetbook van Koophandel telah mengalami perubahan, namun di Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengalami perubahan yang komprehensif sebagai suatu kodifikasi hukum.

Namun demikian kondisi ini tidak berarti bahwa sejak Indonesia merdeka, tidak ada pengembangan peraturan terhadap permasalahan perniagaan. Perubahan pengaturan terjadi, namun tidak tersistematisasi dalam kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Strategi perubahan pengaturan terhadap masalah perniagaan di Indonesia dilakukan secara parsial (terhadap substansi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) dan membuat peraturan baru terhadap substansi yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

  1. Hubungan Pengusaha dan Pembantunya

Pengusaha adalah orang yang memiliki usaha.Apabila usaha yang dimiliki dalam skala yang cukup besar,pengusaha tidak mungkin dapat bekerja sendirian dalam menjalankan.Oleh sebab itu,ia membutuhkan pihak lain yang dapat membantunya dalam menjalankan usahanya yang biasa disebut dengan pembantu.Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi, yaitu :

1)        Membantu didalam perusahaan

Pembantu di dalam perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi, yaitu    hubungan atas da bawah sehingga berlaku suatu perjanjian perubahan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokutasi, pemimpin filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan.

2)        Membantu diluar perusahaan

Mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam pasal 1792 KUH Perdata, misalnya pengacara, notaries, agen perusahaan, makelar, dan komisioner.

Hubungan hukum yang terjadi diantara pembantu dan pengusahanya, yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat Hubungan perburuhan, sesuai pasal 1601, yaitu :

  1. KUH Perdata
  2. Hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata
  3. Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata

 

 

 

  1. Pengusaha dan Kewajibannya

Kewajiban adalah pembatasan atau beban yang timbul karena hubungan dengan sesama atau dengan negara. Maka dalam perdagangan timbul pula hak dan kewajiban pada pelaku-pelaku dagang tersebut. Hak dan Kewajiban pengusaha adalah :

  1. Berhak sepenuhnya atas hasil kerja pekerja
  2. Berhak melaksanakan tata tertib kerja yang telah dibuat
  3. Memberikan pelatihan kerja (pasal 12)
  4. Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya (pasal 80)
  5. Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan (pasal 77)
  6. Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan;
  7. Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan
  8. Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi
  9. Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih
  10. Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum (pasal 90)
  11. Wajib mengikutsertakan dalam program Jamsostek (pasal 99)
  12. Bentuk-bentuk Badan Usaha

1)      Perusahaan Perorangan (U.D.)

      Dimiliki, dikelola dan dipimpin oleh seseorang yang bertanggung jawab penuh terhadap semua resiko dan aktivitas perusahaan. Tidak ada pemisahan modal antara kekayaan pribadi dan kekayaan perusahaan.

  • Kebaikan :
  1. Pemilik bebas mengambil keputusan
  2. Seluruh keuntungan perusahaan menjadi hak pemilik perusahaan
  3. Rahasia perusahaan terjamin
  4. Pemilik lebih giat berusaha
  • Keburukan :
  1. Tanggungjawab pemilik tidak terbatas
  2. Sumber keuangan perusahaan terbatas
  3. Kelangsungan hidup perusahaan kurang terjamin
  4. Seluruh aktivitas manajemen dilakukan sendiri

 

 

2)      Firma (Fa)

Persekutuan antara dua orang atau lebih dengan bersama untuk melaksanakan usaha, umumnya dibentuk oleh orang-orang yang memiliki Keahlian sama atau seprofesi dengan tanggungjawab masing-masing anggota tidak terbatas, laba ataupun kerugian akan ditanggung bersama.

  • Kebaikan :
  1. Kemampuan manajemen lebih besar, karena ada pembagian kerja diantara para anggota
  2. Pendiriannya relatif mudah, baik dengan Akta atau tidak memerlukan Akta Pendirian
  3. Kebutuhan modal lebih mudah terpenuhi.
  • Keburukan :
  1. Tanggungjawab pemilik tidak terbatas
  2. Kerugian yang disebabkan oleh seorang anggota, harus ditangung bersama anggota lainnya
  3. Kelangsungan hidup perusahaan tidak menentu

3)      Perseroan Komanditer (C.V.)

Bentuk Badan Usaha CV adalah bentuk perusahaan kedua setelah PT yang paling banyak digunakan para pelaku bisnis untuk menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia. Namun tidak semua bidang usaha dapat dijalankan Perseroan Komanditer (CV), hal ini mengingat adanya beberapa bidang usaha tertentu yang diatur secara khusus dan hanya dapat dilakukan oleh badan usaha Perseroan Terbatas (PT).

Perseroan Komanditer adalah bentuk perjanjian kerjasama berusaha bersama antara 2 (dua) orang atau lebih, dengan Akta Otentik sebagai Akta Pendirian yang dibuat dihadapan Notarisyang berwenang.Para pendiri perseroan komanditer terdiri dari Persero Aktif dan Persero Pasif yang membedakan adalah tanggungjawabnya dalam perseroan.

1)   Persero Aktif yaitu orang yang aktif menjalankan dan mengelola perusahaan termasuk bertanggung jawab secara penuh atas kekayaan pribadinya.

2)   Persero Pasif yaitu orang yang hanya bertanggung jawab sebatas uang yang disetor saja kedalam perusahaan tanpa melibatkan harta dan kekayaan peribadinya.

  • Kebaikan :
  1. Kemampuan manajemen lebih besar
  2. Proses pendirianya relatif mudah
  3. Modal yang dikumpulkan bisa lebih besar

·      Keburukan :

a.    Sebagian sekutu yang menjadi Persero Aktif memiliki tanggung tidak terbatas

b.    Sulit menarik kembali modal

c.    Kelangsungan hidup perusahaan tidak menentu

6.     Perseroan Terbatas (P.T.)

Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari Saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.

Perseroan terbatas merupakan Badan Usaha dan besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki.

Apabila Utang perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan memperoleh bagian keuntungan yang disebut Dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh perseroan terbatas. Selain berasal dari Saham, modal PT dapat pula berasal dari Obligasi. Keuntungan yang diperoleh para pemilik obligasi adalah mereka mendapatkan Bunga tetap tanpa menghiraukan untung atau ruginya perseroan terbatas tersebut.

–   Mekanisme Pendirian PT

Untuk mendirikan PT, harus dengan menggunakan akta resmi (akta yang dibuat oleh notaris) yang di dalamnya dicantumkan nama lain dari perseroan Terbatas, Modal, bidang usaha, alamat Perusahaan, dan lain-lain. Akta ini harus disahkan oleh menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (dahulu Menteri Kehakiman). Untuk mendapat izin dari menteri kehakiman, harus memenuhi syarat sebagai berikut:

 

1)   Perseroan terbatas tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan

2)   Akta pendirian memenuhi syarat yang ditetapkan Undang-Undang

3)   Paling sedikit modal yang ditempatkan dan disetor adalah 25% dari modal dasar, (sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1995 & UU No. 40 Tahun 2007, keduanya tentang perseroan terbatas).

Setelah mendapat pengesahan, dahulu sebelum adanya UU mengenai Perseroan Terbatas (UU No. 1 tahun 1995) Perseroan Terbatas harus didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat, tetapi setelah berlakunya UU NO. 1 tahun 1995 tersebut, maka akta pendirian tersebut harus didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Perusahaan (sesuai UU Wajib Daftar Perusahaan tahun 1982) dengan kata lain tidak perlu lagi didaftarkan ke Pengadilan negeri, dan perkembangan tetapi selanjutnya sesuai UU No. 40 tahun 2007, kewajiban pendaftaran di Kantor Pendaftaran Perusahaan tersebut ditiadakan juga. Sedangkan tahapan pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia ( BNRI ) tetap berlaku, hanya yang pada saat UU No. 1 tahun 1995 berlaku pengumuman tersebut merupakan kewajiban Direksi PT yang bersangkutan tetapi sesuai dengan UU NO. 40 tahun 2007 diubah menjadi merupakan kewenangan/kewajiban Menteri Hukum dan HAM.

Setelah tahap tersebut dilalui maka perseroan telah sah sebagai badan hukum dan perseroan terbatas menjadi dirinya sendiri serta dapat melakukan perjanjian-perjanjian dan Kekayaan perseroan terpisah dari kekayaan pemiliknya. Modal dasar perseroan adalah jumlah modal yang dicantumkan dalam akta pendirian sampai jumlah maksimal bila seluruh Saham dikeluarkan. Selain modal dasar, dalam perseroan terbatas juga terdapat modal yang ditempatkan, modal yang disetorkan dan modal bayar. Modal yang ditempatkan merupakan jumlah yang disanggupi untuk dimasukkan, yang pada waktu pendiriannya merupakan jumlah yang disertakan oleh para persero Pendiri. Modal yang disetor merupakan modal yang dimasukkan dalam perusahaan. Modal bayar merupakan modal yang diwujudkan dalam jumlah Uang.

–   Pembagian perseroan terbatas

  1. PT terbuka

Perseroan terbuka adalah perseroan terbatas yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal (go public). Jadi sahamnya ditawarkan kepada umum, diperjualbelikan melalui bursa saham dan setiap orang berhak untuk membeli saham perusahaan tersebut.

  1. PT tertutup

Perseroan terbatas tertutup adalah perseroan terbatas yang modalnya berasal dari kalangan tertentu misalnya pemegang sahamnya hanya dari kerabat dan keluarga saja atau kalangan terbatas dan tidak dijual kepada umum.

  1. PT kosong

Perseroan terbatas kosong adalah perseroan terbatas yang sudah tidak aktifmenjalankan usahanya dan hanya tinggal nama saja. Pembagian Wewenang Dalam PT

Dalam perseroan terbatas selain kekayaan perusahaan dan kekayaan pemilik modal terpisah juga ada pemisahan antara pemilik perusahaan dan pengelola perusahaan. Pengelolaan perusahaan dapat diserahkan kepada tenaga-tenaga ahli dalam bidangnya Profesional. Struktur organisasi perseroan terbatas terdiri dari pemegang saham, direksi, dan komisaris.Dalam PT, para pemegang saham melimpahkan wewenangnya kepada direksi untuk menjalankan dan mengembangkan perusahaan sesuai dengan tujuan dan bidang usaha perusahaan. Dalam kaitan dengan tugas tersebut, direksi berwenang untuk mewakili Perusahaan, mengadakan perjanjian dan kontrak, dan sebagainya. Apabila terjadi kerugian yang amat besar ( diatas 50 % ) maka direksi harus melaporkannya ke para pemegang Saham dan pihak ketiga, untuk kemudian dirapatkan.

Komisaris memiliki Fungsi sebagai Pengawas kinerja jajaran direksi perusahaan. Komisaris bisa memeriksa pembukuan, menegur direksi, memberi petunjuk, bahkan bila perlu memberhentikan direksi dengan menyelenggarakan RUPS untuk mengambil keputusan apakah direksi akan diberhentikan atau tidak. Dalam RUPS/Rapat Umum Pemegang Saham, semua pemegang saham sebesar/sekecil apapun sahamnya memiliki hak untuk mengeluarkan suaranya. Dalam RUPS sendiri dibahas masalah-masalah yang berkaitan dengan evaluasi kinerja dan kebijakan perusahaan yang harus dilaksanakan segera. Bila pemegang saham berhalangan, dia bisa melempar Suara miliknya ke pemegang lain yang disebut Proxy Hasil RUPS biasanya dilimpahkan ke komisaris untuk diteruskan ke direksi untuk dijalankan.

Isi RUPS :

1)   Menentukan direksi dan pengangkatan komisaris

2)   Memberhentikan direksi atau komisaris

3)   Menetapkan besar Gaji direksi dan komisaris

4)   Mengevaluasi Kinerja perusahaan

5)   Memutuskan rencana Penambahan /Pengurangan saham perusahaan

6)   Menentukan kebijakan Perusahaan

7)   Mengumumkan pembagian laba ( dividen )

–   Keuntungan Membentuk Perusahaan Perseroan Terbatas

Keuntungan utama membentuk perusahaan perseroan terbatas adalah:

1)   Kewajiban terbatas. Tidak seperti partnership, pemegang Saham sebuah perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk obligasi dan hutang perusahaan. Akibatnya kehilangan potensial yang “terbatas” tidak dapat melebihi dari jumlah yang mereka bayarkan terhadap saham. Tidak hanya ini mengijinkan perusahaan untuk melaksanakan dalam usaha yang beresiko, tetapi kewajiban terbatas juga membentuk dasar untuk perdagangan di saham perusahaan.

2)   Masa hidup abadi. Aset dan struktur perusahaan dapat melewati masa hidup dari pemegang sahamnya, pejabat atau direktur. Ini menyebabkan stabilitas Modal (ekonomi), yang dapat menjadi Investasi dalam proyek yang lebih besar dan dalam jangka waktu yang lebih panjang daripada aset perusahaan tetap dapat menjadi subyek disolusi dan penyebaran. Kelebihan ini juga sangat penting dalam periode pertengahan, ketika Tanah disumbangkan kepada Gereja (sebuah perusahaan) yang tidak akan mengumpulkan biaya Feudal yang seorang tuan tanah dapat mengklaim ketika pemilik tanah meninggal. Untuk hal ini, lihat Statute of Mortmain

3)   Efisiensi manajemen. Manajemen dan spesialisasi memungkinkan pengelolaan modal yang efisien sehingga memungkinkan untuk melakukan Ekspansi. Dan dengan menempatkan orang yang tepat, efisiensi maksimum dari modal yang ada. Dan juga adanya pemisahan antara pengelola dan pemilik perusahaan, sehingga terlihat tugas Pokok dan fungsi masing-masing.

–   Kelemahan Perusahaan Perseroan Terbatas

Kerumitan perizinan dan organisasi. Untuk mendirikan sebuah PT tidaklah mudah. Selain biayanya yang tidak sedikit, PT juga membutuhkan Akta Notaris dan izin khusus untuk usaha tertentu. Lalu dengan besarnya perusahaan tersebut, biaya pengorganisasian akan keluar sangat besar. Belum lagi kerumitan dan kendala yang terjadi dalam tingkat personel. Hubungan antar perorangan juga lebih formal dan berkesan kaku.

  1. Koperasi

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Kegiatan usaha koperasi merupakan penjabaran dari UUD 1945 pasal 33 ayat (1). Dengan adanya penjelasan UUD 1945 Pasal 33 ayat (1) koperasi berkedudukan sebagai soko guru perekonomian nasional dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem perekonomian nasional.

Sebagai salah satu pelaku ekonomi, koperasi merupakan organisasi ekonomi yang berusaha menggerakkan potensi sumber daya ekonomi demi memajukan kesejahteraan anggota. Karena sumber daya ekonomi tersebut terbatas, dan dalam mengembangkan koperasi harus mengutamakan kepentingan anggota, maka koperasi harus mampu bekerja seefisien mungkin dan mengikuti prinsip-prinsip koperasi dan kaidah-kaidah ekonomi.

–   Prinsip Koperasi

Di dalam Undang-Undang RI No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan pada pasal 5 bahwa dalam pelaksanaannya, sebuah koperasi harus melaksanakan prinsip koperasi.Berikut ini beberapa prinsip koperasi:

1)   Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka.

2)   Pengelolaan koperasi dilakukan secara demokratis.

3)   Sisa hasil usaha (SHU) yang merupakan keuntungan dari usaha yang dilakukan oleh koperasi dibagi berdasarkan besarnya jasa masing-masing anggota.

4)   Modal diberi balas jasa secara terbatas.

5)   Koperasi bersifat mandiri.

–   Fungsi dan Peran Koperasi

Sebagaimana dikemukakan dalam pasal 4 UU No. 25 Tahun 1992, fungsi dan peran koperasi di Indonesia seperti berikut ini:

1)   Membangun dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial Potensi dan kemampuan ekonomi para anggota koperasi pada umumnya relatif kecil. Melalui koperasi, potensi dan kemampuan ekonomi yang kecil itu dihimpun sebagai satu kesatuan, sehingga dapat membentuk kekuatan yang lebih besar. Dengan demikian koperasi akan memiliki peluang yang lebih besar dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat pada umumnya dan anggota koperasi pada khususnya.

2)   Turut serta secara aktif dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan masyarakat Selain diharapkan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi para anggotanya, koperasi juga diharapkan dapat memenuhi fungsinya sebagai wadah kerja sama ekonomi yang mampu meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan masyarakat pada umumnya. Peningkatan kualitas kehidupan hanya bisa dicapai koperasi jika ia dapat mengembangkan kemampuannya dalam membangun dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi anggota-anggotanya serta masyarakat disekitarnya.

3)   Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional Koperasi adalah satu-satunya bentuk perusahaan yang dikelola secara demokratis. Berdasarkan sifat seperti itu maka koperasi diharapkan dapat memainkan peranannya dalam menggalang dan memperkokoh perekonomian rakyat. Oleh karena itu koperasi harus berusaha sekuat tenaga agar memiliki kinerja usaha yang tangguh dan efisien. Sebab hanya dengan cara itulah koperasi dapat menjadikan perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional.

4)   Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi Sebagai salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian Indonesia, koperasi mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan perekonomian nasional bersama-sama dengan pelaku-pelaku ekonomi lainnya. Namun koperasi mempunyai sifat-sifat khusus yang berbeda dari sifat bentuk perusahaan lainnya, maka koperasi menempati kedudukan yang sangat penting dalam sistem perekonomian Indonesia.Dengan demikian koperasi harus mempunyai kesungguhan untuk memiliki usaha yang sehat dan tangguh, sehingga dengan cara tersebut koperasi dapat mengemban amanat dengan baik.

–   Manfaat Koperasi

Berdasarkan fungsi dan peran koperasi, maka manfaat koperasi dapat dibagi menjadi dua bidang, yaitu manfaat koperasi di bidang ekonomi dan manfaat koperasi di bidang sosial.

  • Manfaat Koperasi di Bidang Ekonomi

1)   Meningkatkan penghasilan anggota-anggotanya. Sisa hasil usaha yang diperoleh koperasi dibagikan kembali kepada para anggotanya sesuai dengan jasa dan aktivitasnya.

2)   Menawarkan barang dan jasa dengan harga yang lebih murah. Barang dan jasa yang ditawarkan oleh koperasi lebih murah dari yang ditawarkan di toko-toko. Hal ini bertujuan agar barang dan jasa mampu dibeli para anggota koperasi yang kurang mampu.

3)   Menumbuhkan motif berusaha yang berperikemanusiaan. Kegiatan koperasi tidak semata-mata mencari keuntungan tetapi melayani dengan baik keperluan anggotanya.

4)   Menumbuhkan sikap jujur dan keterbukaan dalam pengelolaan koperasi. Setiap anggota berhak menjadi pengurus koperasi dan berhak mengetahui laporan keuangan koperasi.

5)   Melatih masyarakat untuk menggunakan pendapatannya secara lebih efektif dan membiasakan untuk hidup hemat.

  • Manfaat Koperasi di Bidang Sosial

1)   Mendorong terwujudnya kehidupan masyarakat damai dan tenteram.

2)   Mendorong terwujudnya aturan yang manusiawi yang dibangun tidak di atas hubungan-hubungan kebendaan tetapi di atas rasa kekeluargaan.

  1. Yayasan

Yayasan merupakan badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan dalam mencapai tujuan tertentu pada bidang sosial, keagamaan, kesehatan, kemanusiaan dan lain-lain. Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan didirikannya yayasan tersebut.

–   Pihak-pihak yang Terkait dengan Yayasan:

1)   Pengadilan Negeri

Pendirian yayasan didaftarkan ke pengadilan negeri

2)      Kejaksaan

Kejaksaan Negeri dapat mengajukan permohonan pembubaran yayasan kepada pengadilan jika yayasan tidak menyesuaikan anggaran dasar dalam jangka waktu yang ditentukan.

3)      Akuntan Publik

Laporan keuangan yayasan diaudit oleh akuntan publik yang memiliki izin menjalankan pekerjaan sebagai akuntan public

–   Kedudukan Yayasanyaitumempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

–   Sumber Kekayaan Yayasan

1)      Sumbangan / bantuan yang tidak mengikat

2)      Wakaf

3)      Hibah

4)      Hibah wasiat

5)      Perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan atau peraturan perundangan yang berlaku

–   Yayasan Asing

Yayasan asing yang tidak berbadan hukum Indonesia dapat melakukan kegiatannya di wilayah Negara Republik Indonesia, jika kegiatan yayasan tersebut tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia.

–   Syarat-syarat Pendirian Yayasan

Yayasan terdiri atas Pembina pengurus dan pengawas. Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendiriannya sebagai kekayaan awal. Pendirian yayasan dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia. Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat. Yayasan yang didirikan oleh orang asing atau bersama orang asing, mengenai syarat dan tata cara pendiriannya diatur dengan peraturan pemerintah.

Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian yayasan memperoleh pengesahan dari mentri. Yayasan tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh yayasan lain, bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan. Nama yayasan harus didahului kata “yayasan” dan yang terakhir yayasan dapat didirikan untuk jangka waktu tertentu atau tidak tertentu yang diatur dalam anggaran dasar.

Sedangkan pendirian suatu Yayasan berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 mengenai Yayasan, yang diubah dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2004, diatur dalam pasal 9 UU No. 16/2001, yaitu:

1)   Minimal didirikan oleh satu orang atau lebih. Sedangkan yang dimaksud “Satu orang” di sini bisa berupa orang perorangan, bisa juga berupa badan hukum. Pendiri yayasan boleh WNI, tapi juga boleh orang asing (WNA atau Badan hukum asing). Namun demikian, untuk pendirian yayasan oleh orang asing atau bersama-sama dengan orang asing akan ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (pasal 9 ayat 5).

2)   Pendiri tersebut harus memisahkan kekayaan pribadinya dengan kekayaan Yayasan. Hal ini sama seperti PT, dimana pendiri “menyetorkan” sejumlah uang kepada Yayasan, untuk kemdian uang tersebut selanjutnya menjadi Modal awal/kekayaan Yayasan.

3)   Dibuat dalam bentuk akta Notaris yang kemudian di ajukan pengesahannya pada Menteri Kehakiman dan Hak Azasi Manusia, serta diumumkan dalam berita negara Republik Indonesia.

–   Proses Pendirian Yayasan

1)   Penyampaian Dokumen-dokumen yang diperlukan

2)   Penandatanganan Akta Pendirian Yayasan

3)   Pengurusan Surat Keterangan Domisili Usaha

4)   Pengurusan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).

5)   Pengesahan Yayasan menjadi Badan Hukum di Dep.Keh dan HAM

6)   Pengumuman dalam BNRI.

Sedangkan utuk melengkapi legalitas suatu yayasan, maka diperlukan ijin-ijin standard yang meliputi:

1)   Surat keterangan domisili Perusahaan (SKDP) dari Kelurahan/kecamatan setempat.

2)   Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama Yayasan

3)   Ijin dariDinas sosial (merupakan pelengkap, jika diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan sosial) atau,

4)   Ijin/terdaftar di Departemen Agama untuk Yayasan yang bersifat keagamaan (jika diperlukan).

Pendirian yayasan pada saat ini harus di ikuti tujuan yang benar-benar bersifat sosial. Karena sejak berlakunya Undang-Undang No. 16/2001, maka yayasan tidak bisa digunakan sebagai sarana kegiatan yang bersifat komersial dan harus murni bersifat sosial.

–   Kepengurusan

Sesuai dengan UU RI No.28 tahun 2004 tentang yayasan, disebutkan bahwa organ yayasan terdiri dari :

1)   Pembinaadalah organ yayasan yang mempunyai kewenangan yang diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh UU atau AD. Anggota pembina adalah pendiri yayasan atau mereka yang berdasarkan rapat anggota pembina dinilai memiliki dedikasi tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan,(pasal 28-30).

2)   Pengurusadalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan. Susunan pengurus sekurang-kurangnya terdiri dari: ketua, sekretaris, dan bendahara,

( pasal 31-39 ).

  • Hak Pengurus:
  1. Menetapkan kebijaksanaan dalam memimpin dan mengurus organisasi
  2. Mengatur ketentuan-ketentuan tentang organisasi termasuk menetapkan iuran tetap dan iuran wajib anggota organisasi dengan memperhatikan ketentuan yang berlakuMenjalankan tindakan-tindakan lainnya baik mengenai pengurus maupun pemilikan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar Rumah Tangga ini dan ditetapkan oleh rapat anggota berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Kewajiban Pengurus:
  1. Mengusahakan dan menjamin terlaksananya kegiatan organisasi sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan organisasi.
  2. Menyiapkan pada waktunya rencana pengembangan organisasi, rencana kerja dan anggaran tahunan organisasi termasuk rencana-rencana lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan organisasi.
  3. Mengadakan dan memelihara pembukuan dan administrasi organisasi sesuai dengan kelaziman yang berlaku bagi organisasi.
  4. Memberi pertanggungjawaban dan segala kepentingan tentang keadaan dan jalannya organisasi berdasarkan laporan tahunan termasuk perhitungan kepada rapat anggota.
  5. Menyiapkan susunan organisasi lengkap dengan perincian tugasnya.
  6. Menjalankan kewajiban-kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar Rumah Tangga dan ditetapkan oleh rapat anggota berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

–   Pengawasadalah organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta melakukan nasehat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan pengurus. Pengawas yayasan diangkat oleh pembina dan merupakan orang yang mampu melakukan tindakan hukum,( pasal 40-47)

–   Berakhirnya Yayasan sebagai Badan Hukum

  • PASAL 62

Alasan pembubaran:

1)   Jangka waktu berakhir

2)   Tujuan Yayasan telah tercapai / tidak tercapai

3)   Putusan pengadilan:

  1. Melanggar ketertiban umum
  2. Tidak mampu membayar utang
  3. Harta kekayaan tidak cukup untuk melunasi utang
  • PASAL 63

Likuidator: pihak untuk membereskan kekayaan Yayasan

1)   Pembina menunjuk Likuidator (Ps. 62, a&b)

2)   Pengurus selaku Likuidator

Selama proses likuidasi, untuk semua surat keluar, dicantumkan frase “dalam likuidasi” di belakang nama Yayasan

  • PASAL 68

Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan pada Yayasan lain yang mempunyai kesamaan kegiatan. Jika tidak, maka kekayaan sisa hasil likuidasi tersebut diserahkan kepada Negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan kegiatan Yayasan yang bubar.

  1. Badan Usaha Milik Negara

BUMN adalah suatu unit usaha yang sebagian besar atau seluruh modal berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan serta membuat suatu produk atau jasa yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. BUMN juga sebagai salah satu sumber penerimaan keuangan negara yang nilainya cukup besar.

 

–   Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah :

1)   Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya

2)   Mengejar keuntungan

3)   Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak

4)   Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan olehsektor swasta dan koperasi

5)   Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

Pada beberapa BUMN di Indonesia, pemerintah telah melakukan perubahan mendasar pada kepemilikannya dengan membuatnya menjadi perusahaan terbuka yang sahamnya bisa dimiliki oleh publik. Contohnya adalah PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Sejak tahun 2001, seluruh badan usaha ini dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh seorang Menteri Negara.

–   Jenis-jenis BUMN yang ada di Indonesia antara lain:

1)   Perusahaan Perseroan (Persero)

Perusahaan persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas (PT) yang modal atau sahamnya paling sedikit 51% dimiliki oleh pemerintah, yang tujuannya mengejar keuntungan.Karena Persero diharapakan dapat memperoleh laba yang besar, maka otomatis persero dituntut untuk dapat memberikan produk barang maupun jasa yang terbaik agar produk output yang dihasilkan tetap laku dan terus-menerus mencetak keuntungan.

Persero terbuka sesuai kebijakan pemerintah tentang privatisasi. Privatisasi adalah penjualan sebagian atau seluruh saham persero kepada pihak lain untuk peningkatan kualitas. Persero yang diprivatisasi adalah yang unsur usahanya kompetitif dan teknologinya cepat berubah. Di Indonesia sendiri yang sudah menjadi Persero adalah PT. PP (Pembangunan Perumahan), PT Bank BNI Tbk, PT Kimia Farma Tbk, PT Indo Farma Tbk, PT Tambang Timah Tbk, dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.

2)   Perusahaan Jawatan (Perjan)

Perusahaan Jawatan (perjan) sebagai salah satu bentuk BUMN memiliki modal yang berasal dari negara. Besarnya modal Perusahaan Jawatan ditetapkan melalui APBN.

 

 

 

 

3)   Perusahaan Umum (Perum)

Perusahaan umum atau disingkat perum adalah perusahaan unit bisnis negara yang seluruh modal dan kepemilikan dikuasai oleh pemerintah dengan tujuan untuk memberikan penyediaan barang dan jasa publik yang baik demi melayani masyarakat umum serta mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengolahan perusahaan.

Contoh perum antara lain : Perum Peruri/PNRI (Percetakan Negara RI), Perum Perhutani, Perum Damri, Perum Pegadaian, Perum Jasatirta, Perum DAMRI, dan sebagainya.

BUMN utama berkembang dengan monopoli atau peraturan khusus yang bertentangan dengan semangat persaingan usaha sehat (UU no. 5 tahun 1999), tidak jarang Badan Usaha Milik Negara ini bertindak selaku pelaku bisnis sekaligus sebagai regulator.Sayangnya, badan usaha ini kerap menjadi sumber korupsi, yang lazim dikenal sebagai sapi perahan bagi oknum pejabat atau partai.Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari BUMN. Sebagai akibatnya, banyak Badan Usaha Milik Negara ini yang terancam gulung tikar, tetapi beberapa lainnya berhasil memperkokoh posisi bisnisnya.

 

Sumber :

  1. http://vladimir-fandypratama.blogspot.com/2013/05/minggu-6-7-hubungan-hukum-dagang-dan.html
  2. http://tugaskuliah-adit.blogspot.com/2012/04/hukum-dagang-kuhd.html
  3. http://srirahayu-myblog.blogspot.com/2013/06/hukum-dagang.html
  4. http://jalaludinega.blogspot.com/2012/03/pengusaha-dan-kewajibannya.html
  5. http://putrijulaiha.wordpress.com/2012/04/14/bentuk-bentuk-badan-usaha/

BAB 5 HUKUM PERJANJIAN

  1. Standar Kontrak

Di dalam praktek, setiap bank telah menyediakan blangko (formulir, model) perjanjian kredit, yang isinya telah disiapkan terlebih dahulu (standard form). Formulir ini disodorkan kepada setiap pemohon kredit. Isinya tidak diperbincangkan dengan pemohon. Kepada pemohon hanya dimintakan pendapatnya apakah dapat menerima syarat-syarat tersebut di dalam formulir itu atau tidak.Hal di atas menunjukkan bahwa perjanjian kredit dalam praktek tumbuh perjanjian standard (standard contract). 

Yang menjadi permasalahan apakah kontrak standard secara yuridis sah dan mempunyai akibat hukum. Untuk itu timbul berbagai pendapat dari kalangan pakar antara lain, yaitu :

1)      Pitlo, kontrak standard adalah dua kontrak saja alasan kebebasan pihak-pihak yang dijamin oleh Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata sudah dilanggar.

2)      Slaiter, secara materil merupakan “legio particu liere welgivers” (membentuk undang-undang swasta). Dengan alasan kreditur dalam hal ini bank secara sepihak menentukan substansi perjanjian.

3)      Eggins, kebebasan kehendak dalam perjanjian merupakan tuntutan kesusilaan. Ini berarti kontrak standard bertentangan dengan asas-asas hubungan perjanjian (Pasal 1320 jo Pasal 1338 KUH Perdata) tapi dalam praktek, perjanjian timbul karena keadaan mengendalikannya dan harus diterima sebagai kenyataan.

4)      Honius, mengatakan perjanjian buku mempunyai kekuatan mengikat berdasarkan kebiasaan yang berlaku di lingkungan masyarakat dan lalu lintas perdagangan.

5)      Stein, menyatakan perjanjian baru dapat diterima sebagai perjanjian berdasarkan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan (fictievan wil en vitroven) yang membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu. Kalau nasabah debiturmenerima dokumen perjanjian berarti nasabah tersebut secara sukarela tetapi pada isi perjanjian itu.

6)      Mariam Darus, dasar berlakunya kontrak standard kredit bank didasarkan oleh nasabah debitur tidak dianggap menyetujui sungguhpun dalam kenyataannya nasabah debitur tidak mengetahui isinya. Dalam perjanjian kredit, formil nasabah debitur menyetujuinya tetapi secara materiil terpaksa menerimanya. Adanya penyesuaian kehendak adalah fiktif. Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua yaitu umum dan khusus.

  1. Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
  2. Kontrak standar khusus artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.

7)   Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan oleh karena kontrak batu eksistensinya sudah merupakan kenyataan. Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat (society nuds). Dunia bisnis tidak dapat berlangsungnya tanpa kontrak baru yang masih dipersoalkan adalah sifat berat setelah dan tidak mengandung klausul yang secara tidak wajar sangat memberatkan bagi pihak lainnya. Sehingga perjanjian itu perjanjian menindas dan tidak adil. Yang dimaksud berat sebelah adalah kontrak itu hanya atau terutama mencantumkan hak-hak salah satu pihak saja sehingga pihak yang mempersiapkan kontrak standar tanpa mencamtumkan apa yang menjadi keinginannya. Demikian pula sebaliknya pihak yang menerima kontrak baru ini (Sari Kuliah Kapita Selecta Hukum Perdata tanggal 09/10-02 oleh Dr. Tan Kamello, S.H).

  1. Macam – Macam Perjanjian

1)   Perjanjian Jual-beli

2)   Perjanjian Tukar Menukar

3)   Perjanjian Sewa-Menyewa

4)   Perjanjian Persekutuan

5)   Perjanjian Perkumpulan

6)   Perjanjian Hibah

7)   Perjanjian Penitipan Barang

8)   Perjanjian Pinjam-Pakai

9)   Perjanjian Pinjam Meminjam

10)    Perjanjian Untung-Untungan.

  1. Syarat Sahnya Perjanjian Pasal 1320 KUH Perdata

1)   Adanya kesepakatan kedua belah pihak.

Maksud dari kata sepakat adalah, kedua belah pihak yang membuat perjanjian setuju mengenai hal-hal yang pokok dalam kontrak.

2)      Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.

Asas cakap melakukan perbuatan hukum, adalah setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya. Ketentuan sudah dewasa, ada beberapa pendapat, menurut KUHPerdata, dewasa adalah 21 tahun bagi laki-laki,dan 19 th bagi wanita.Menurut UU no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dewasa adalah 19th bahi laki-laki, 16 th bagi wanita.Acuan hukum yang kita pakai adalah KUHPerdata karena berlaku secara umum.

3)        Adanya Obyek.

Sesuatu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu hal atau barang yang cukup jelas.

4)        Adanya kausa yang halal.

Pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal, atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum.

  1. Saat Lahirnya Perjanjian

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata KUHPerdata Pasal 1331 (1) dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, Artinya, apabila obyek hukum yang dilakukan tidak berdasarkan niat yang tulus, maka secara otomatis hukum perjanjian tersebut dibatalkan demi hukum. Sehingga masing-masing pihak tidak mempunyai dasar penuntutan di hadapan hakim.

Akan tetapi, apabila hukum perjanjian tidak memenuhi unsur subjektif, misalnya salah satu pihak berada dalam pengawasan dan tekanan pihak tertentu, maka perjanjian ini dapat dibatalkan di hadapan hakim. Sehingga, perjanjian tersebut tidak akan mengikat kedua belah pihak. Hukum perjanjian ini akan berlaku apabila masing-masing pihak telah menyepakati isi perjanjian.Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :

1)   kesempatan penarikan kembali penawaran;

2)   penentuan resiko;

3)   saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;

4)   menentukan tempat terjadinya perjanjian.

 

 

 

 

Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya perjanjian yaitu:

  1. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)

Menurut teori ini, perjanjian telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain perjanjian itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.

  1. Teori Pengiriman (Verzending Theori).

Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya perjanjian. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya perjanjian.

  1. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).

Menurut teori ini saat lahirnya perjanjian adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.

  1. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).

Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya perjanjian.

5.     Pembatalan dan Pelaksanaan Perjanjian

Pengertian pembatalan dalam uraian ini mengandung dua macam kemungkinan alasan, yaitu pembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif, dan pembatalan karena adanya wanprestasi dari debitur.Pembatalan dapat dilakukan dengan tiga syarat yakni:

1)   Perjanjian harus bersifat timbale balik (bilateral)

2)   Harus ada wanprestasi (breach of contract)

3)   Harus dengan putusan hakim (verdict)

–   Pelaksanaan Perjanjian

Yang dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi secara serentak. Mungkin pembayaran lebih dahulu disusul dengan penyerahan barang atau sebaliknya penyerahan barang dulu baru kemudian pembayaran.

 

–   Pembayaran

1)   Pihak yang melakukan pembayaran pada dasarnya adalah debitur yang menjadi pihak dalam perjanjian

2)   Alat bayar yang digunakan pada umumnya adalah uang

3)   Tempat pembayaran dilakukan sesuai dalam perjanjian

4)   Media pembayaran yang digunakan

5)   Biaya penyelenggaran pembayaran

–   Penyerahan Barang

Yang dimaksud dengan lavering atau transfer of ownership adalah penyerahan suatu barang oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas barang tersebut. Syarat- syarat penyerahan barang atau lavering adalah sebagai berikut:

1)   Harus ada perjanjian yang bersifat kebendaan

2)   Harus ada alas hak (title), dalam hal ini ada dua teori yang sering digunakan yaitu teori kausal dan teori abstrak

3)   Dilakukan orang yang berwenang mengusai benda

4)   Penyerahan harus nyata (feitelijk)

 

–   Penafsiran dalam Pelaksanaan Perjanjian

Dalam suatu perjanjian, pihak- pihak telah menetapkan apa- apa yang telah disepakati. Apabila yang telah disepakati itu sudah jelas menurut kata- katanya, sehingga tidak mungkin menimbulkan keraguan- keraguan lagi, tidak diperkenankan memberikan pengewrtian lain. Dengan kata laintidak boleh ditafsirkan lain (pasal 1342 KUHPdt). Adapun pedoman untuk melakukan penafsiran dalam pelaksanaan perjanjian, undang- undang memberikan ketentuan- ketentuan sebagai berikut:

1)      Maksud pihak- pihak

2)      Memungkinkan janji itu dilaksanakan

3)      Kebiasaan setempat

4)      Dalam hubungan perjanjian keseluruhan

5)      Penjelasan dengan menyebutkan contoh

6)      Tafsiran berdasarkan akal sehat

Sumber :

  1. http://nuiysavira.blogspot.com/2011/03/standar-kontrak.html
  2. http://taniaanjani.blogspot.com/2013/05/hukum-perjanjian.html
  3. http://amelia27.wordpress.com/2008/12/03/syarat-sahnya-perjanjian-pasal-1320-kuhperdata/
  4. http://ekasriwahyuningsih.blogspot.com/2013/04/saat-lahirnya-perjanjian-dalam-hukum.html
  5. http://vanezintania.wordpress.com/2011/05/13/pembatalan-dan-pelaksanaan-perjanjian/

BAB 4 HUKUM PERIKATAN

  1. Pengertian Hukum Perikatan

Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.

Istilah perikatan sudah tepat sekali untuk melukiskan suatu pengertian yang sama yang dimaksudkan verbintenis dalam bahasa Belanda yaitu suatu hubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah hak an kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.

Dalam beberapa pengertian yang telah dijabarkan di atas, keseluruhan pengertian tersebut menandakan bahwa pengertian perikatan yang dimaksud adalah suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan dalam pikiran kita. Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan yang abstrak maka perlu adanya suatu perjanjian. Oleh karena itu, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah demikian, bahwa perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian.

Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan system terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang. Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian

  1. Dasar Hukum Perikatan

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :

1)   Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).

2)   Perikatan yang timbul undang-undang.

Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen)

  1. Perikatan terjadi karena undang-undang semata.

Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.

  1. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia

3)   Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).

 

  1. Azas-Azas dalamHukum Perikatan

Azas-azas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.

–   Azas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

–   Asas konsensualisme

Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah :

1)   Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.

2)   Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.

3)   Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.

4)   Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.

  1. Wanprestasi dan Akibat-Akibatnya

Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yaitu :

1)   Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

2)   Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;

3)   Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;

4)   Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Akibat-akibat Wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu :

1) Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi). Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yaitu :

  1. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
  2. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
  3. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.

2)   Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian

Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.

3)   Peralihan Risikoadalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.

  1. Hapusnya Perikatan 

Hapusnya perikatan pasal 1381, yaitu :

–   Pembayaran

–   Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan

–   Pembaharuan utang

–   Perjumpaan utang atau kompensasi

–   Percampuran utang

–   Pembebasan utang

–   Musnahnya barang yang terutang

–   Kebatalan atau pembatalan

–   Berlakunya suatu syarat batal

–   Lewatnya waktu.

Sumber :

  1. http://fadhilhadzamimuhammad.blogspot.com/2013/04/hukum-perikatan.html
  2. http://dickaaditya.blogspot.com/2013/04/hukum-perikatan-dan-dasar-hukum.html
  3. http://bachtiarseptiyadi.blogspot.com/2012/05/hukum-perikatan.html
  4. http://tugaskuliah-adit.blogspot.com/2012/03/hukum-perikatan.html
  5. http://dessy-septiyani.blogspot.com/2013/05/hukum-perikatan_19.html

BAB III HUKUM PERDATA

BAB III
HUKUM PERDATA
1. Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata.
Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini. Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).
• Hukum Perdata Indonesia

Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik.
Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum, misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon, yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat, sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.

Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.
Yang dimaksud dengan Hukum Perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagaian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan, Fidusia sebagai contoh Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960.

2. Sejarah Hukum Perdata

Hukum Perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi ‘Corpus Juris Civilis’ yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda 1806-1813, kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1830 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
– BW (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
– WvK (yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang)
Menurut J.Van Kan, kodifikasi BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.

3. Pengertian dan Keadaan Hukum di Indonesia
A. Pengertian hukum perdata
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Pengertian hukum privat (hukum perdana materil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perorangan didalam masyarakat dalam kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.
Selain ada hukum privat materil, ada juga hukum perdata formil yang lebih dikenal dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.

B. Keadaan hukum di Indonesia
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka ragam. Faktor yang mempengaruhinya antara lain :
1) Faktor etnis ;
2) Faktor hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
a. Golongan eropa ;
b. Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) ; dan
c. Golongan timur asing (bangsa cina, India, arab).

Untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan. Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokonya sebagai berikut :
1) Hukum perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan hukum acara pidana harus diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu di kodifikasi).
2) Untuk golongan bangsa eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri belanda (sesuai azas konkordasi).
3) Untuk golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya.
4) Orang Indonesia asli dan timur asinng, selama mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa.
5) Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang maka bagi mereka hukum yang berlaku adalah hukum adat.
4. Sistematika Hukum Perdata di Indonesia
• Sistematika Hukum Perdata itu ada 2, yaitu sebagai berikut:
1) Menurut Ilmu Hukum/Ilmu Pengetahuan, yang terdiri dari :
a. Hukum tentang orang/hukum perorangan/badan pribadi (personen recht)
b. Hukum tentang keluarga/hukum keluarga (Familie Recht)
c. Hukum tentang harta kekyaan/hukum harta kekayaan/hukum harta benda (vermogen recht)
d. Hukum waris/erfrecht

 

2) Menurut Undang-Undang/Hukum Perdata
a. Buku I tentang orang/van personen
b. Buku II tentang benda/van zaken
c. Buku III tentang perikatan/van verbintenisen
d. Buku IV tentang pembuktian dan daluarsa/van bewijs en verjaring
Apabila kita gabungkan sistematika menurut ilmu pengetahuan ke dalam sistematika menurut KUHPerdata maka :
a. Hukum perorangan termasuk Buku I
b. Hukum keluarga termasuk Buku I
c. Hukum harta kekayaan termasuk buku II sepanjang yang bersifat absolute dan termasuk Buku III sepanjang yang bersifat relative
Hukum waris termasuk Buku II karena Buku II mengatur tentang benda sedangkan hokum waris juga mengatur benda dari pewaris/orang yang sudah meninggal karena pewarisan merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik yang diatur dalam pasa 584 KUHperdata (terdapat dalam Buku II) yang menyatakan sebagai berikut :
“ Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dank arena penunjukan atau penyerahan, berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu. “

Sumber :
1. http://ekasriwahyuningsih.blogspot.com/2013/04/hukum-perdata-yang-berlaku-di-indonesia.html
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata
3. http://agilbhetec.blogspot.com/2013/04/hukum-perdata.html
4. http://myblogrezafauzi.blogspot.com/2012/06/sistematika-hukum-perdata-di-indonesia.html

 

 

 

BAB II SUMBER HUKUM DAN OBJEK HUKUM

BAB II
SUMBER HUKUM DAN OBJEK HUKUM

1. Subjek Hukum
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban menurut hukum atau segala pendukung hak dan kewajiban menurut hukum. Setiap manusia, baik warga negara maupun orang asing adalah subjek hukum. Jadi dapat dikatakan, bahwa setiap manusia adalah subjek hukum sejak is dilahirkan sampai meninggal dunia.
Sebagai subjek hukum, manusia mempunyai hak dan kewajiban. Meskipun menurut hukum sekarang ini, setiap orang tanpa kecuali dapat memiliki hak-haknya, akan tetapi dalam hukum, tidak semua orang dapat diperbolehkan bertindak sendiri di dalam melaksanakan hak-haknya itu. Mereka digolongkan sebagai orang yang “tidak cakap” atau “kurang cakap” untuk bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum, sehingga mereka itu harus diwakili atau dibantu oleh orang lain. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1330, mereka yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan hukum ialah:
1) Orang yang belum dewasa,
2) Orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele), seperti orang yang dungu, sakit ingatan, dan orang boros,
3) Orang perempuan dalam pernikahan (wanita kawin).
Selain manusia sebagai subjek hukum, di dalam hukum terdapat pula badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan yang dapat juga memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti layaknya seorang manusia.
Badan-badan dan perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu-lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan dapat juga menggugat di muka hakim. Badan Hukum sebagai subjek hukum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1) Badan hukum publik, seperti negara, propinsi, dan kabupaten, dan
2) Badan hukum perdata, seperti perseroan terbatas (PT), yayasan, dan koperasi.

Hak dan kewajiban dimiliki orang. Mempunyai hak yang sama, dan mempunyai kewajibannya masing-masing. Dan ada wewenangnya sendiri-sendiri. Wewenang itu ada dua, yaitu
1) Wewenang memiliki hak (rechtsbevoegdheid), dan
2) Wewenang menjalankan perbuatan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Kategori subjek hukum adalah Manusia (Natuurlijk person) dan Badan hukum (Rechts Person).
• Pembagian Subyek Hukum
a. Subjek Hukum Manusia (Natuurlijk Persoon) :
Pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan alasan manusia sebagai subyek hukum yaitu:
1) Manusia mempunyai hak-hak subyektif.
2) Mempunyai kewenangan hukum, dalam hal ini kewenangan hukum berarti, kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Pengertian subjek hukum manusia secara umumnya adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia.
Namun ada pengecualian menurut Pasal 2 KUH Perdata, bahwa bayi yang masih ada di dalam kandungan ibunya dianggap telah lahir dan menjadi subjek hukum jika kepentingannya menghendaki, seperti dalam hal kewarisan. Namun, apabila dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia, maka menurut hukum ia dianggap tidak pernah ada, sehingga ia bukan termasuk subjek hukum. Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum (Personae miserabile) yaitu :
1) Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa dan belum menikah.
2) Orang yang berada dalam pengampuan (curatele) yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros, dan Isteri yang tunduk pada pasal 110 KUHP, yg sudah dicabut oleh SEMA No.3/1963.

b. Subjek Hukum Badan hukum (Rechtspersoon):
Subjek hukum badan hukum adalah suatu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan hukum mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu Teori Kekayaan bertujuan untuk :
1) Memiliki kekayaan yg terpisah dari kekayaan anggotanya, dan
2) Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
Badan hukum dibagi menjadi dua macam bagian, yaitu :
1) Badan Hukum Privat
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu.
Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.
2) Badan Hukum Publik
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.

 

 

Ada empat teori yg digunakan sebagai syarat badan hukum untuk menjadi subyek hukum, yaitu :
1) Teori Fictie
2) Teori Kekayaan Bertujuan
3) Teori Pemilikan
4) Teori Organ
Menurut sifatnya badan hukum ini dibagi menjadi dua yaitu ;
1) Badan hukum publik, yaitu badan hukum yang didirikan oleh pemerintah.
2) Badan hukum privat adalah badan hukum yang didirikan oleh perivat (bukan pemerintah)

2. Objek Hukum
Objek hukum menurut pasal 499 KUH perdata yakni benda, benda adalah sesgala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subjek hukum atau sesuatu yang menjadi objek dari hak milik.
Berdasarkan pasal 503 sampai pasal 504 KUH perdata benda di bagi menjadi 2, yaitu :
1) Benda yang bersifat kebendaan adalah suatu benda yang sifatnya bisa di lihat, diraba, dan dirasakan oleh panca indra(benda bergerak dan benda tidak bergerak)
2) Benda yang bersifat tidak kebendaan adalah benda yang dapat dirasakan oleh pancaindra saja(tidak dapat di lihat) dan kemudia dapat direalisasikan menjadi sebuah kenyataan.

3. Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian). Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu:

 

1) Jaminan yang bersifat umum, yaitu :
a. Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang)
b. Benda tersebut bisa dipindahtangankan haknya pada pihak lain
2) Jamian yang bersifat khusus, yaitu :
a. Gadai
b. Hipotik
c. Hak Tanggungan
d. Fidusia

Sumber :
1. http://fachrimaulana.blogspot.com/2012/04/sumber-hukum-formal-subjek-dan-objek.html
2. http://rizchiendorse.blogspot.com/2012/05/sumber-dan-objek-hukum.html
3. http://tugaskuliah-adit.blogspot.com/2012/03/subjek-dan-objek-hukum.html

 

 

 

BAB I PENGERTIAN HUKUM DAN HUKUM EKONOMI

BAB I
PENGERTIAN HUKUM DAN HUKUM EKONOMI
1. Pengertian Hukum
Hukum atau ilmu hukum adalah suatu sistem aturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas melalui lembaga atau institusi hukum. Berikut ini definisi Hukum menurut para ahli :
– Menurut Tullius Cicerco (Romawi) dala “ De Legibus” :
“ Hukum adalah akal tertinggi yang ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. “

– Hugo Grotius (Hugo de Grot) dalam “ De Jure Belli Pacis” (Hukum Perang dan Damai), 1625 :
“ Hukum adalah aturan tentang tindakan moral yang mewajibkan apa yang benar.”

– J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH mengatakan bahwa :
“ Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib.”

– Thomas Hobbes dalam “ Leviathan”, 1651:
“ Hukum adalah perintah-perintah dari orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan memaksakan perintahnya kepada orang lain.

– Rudolf von Jhering dalam “ Der Zweck Im Recht” 1877-1882:
“ Hukum adalah keseluruhan peraturan yang memaksa yang berlaku dalam suatu Negara.

– Plato
“ Hukum merupakan peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.

– Aristoteles
“ Hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. “

– E. Utrecht
“ Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup – perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah/penguasa itu.”

– R. Soeroso SH
“ Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.

– Abdulkadir Muhammad, SH
“ Hukum adalah segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.

– Mochtar Kusumaatmadja dalam “Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional (1976:15) :
“ Pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.

Jadi kesimpulan yang didapatkan dari apa yang dikemukakan oleh ahli di atas dapat kiranya disimpulkan bahwa ilmu hukum pada dasarnya adalah menghimpun dan mensistematisasi bahan-bahan hukum dan memecahkan masalah-masalah.

2. Tujuan Hukum dan Sumber – Sumber Hukum
Tujuan hukum mempunyai sifat universal seperti ketertiban, ketentraman, kedamaian, kesejahteraan, dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya hukum maka tiap perkara dapat diselesaikan melalui proses pengadilan dengan prantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, selain itu hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapatmenjadi hakim atas dirinya sendiri. Dalam perkembangan fungsi hukum terdiri dari :
– Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat,
– Hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk kehidupan manusia dalam masyarakat. Hukum menujukan mana yang baik mana yang tidak baik, hukum juga memberi petunjuk, sehingga segala sesuatunya berjalan tertib dan teratur. Begitu pula hukum dapat memaksa agar hukum itu ditaati anggota mayarakat.
– Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin.
– Hukum mempunyai ciri memerintah dan melarang,
– Hukum mempunyai sifat memaksa.
– Hukum mempunyai daya yang mengikat fisik dan psikologis karena hukum mempunyai ciri, sifat dan daya mengikat, maka hukum dapat memberi keadilan ialah dapat menentukan siapa yang bersalah dan siapa yang benar.
– Sebagai sarana penggerak pembangunan, daya mengikat dan memaksa dari hukum dapat digunakan atau di daya gunakan untuk menggerakan pembangunan. Disini hukum dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju.

Sumber-Sumber Hukum Dapat Dilihat Dari Segi :
• Sumber-Sumber Hukum Material

Sumber Hukum Materil adalah tempat dari mana materil itu diambil. Sumber hukum meteril ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial, hubungan kekuatan politik, situasi sosial ekonomis, tradisi (Pandangan Keagamaan, Kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (Kriminologi, Lalulintas), perkembangan internasional, keadaan geografis, dll. Contoh :
1) Seorang ahli ekonomi mengatakan, bahwa kebutuhan-kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya hukum.
2) Seorang ahli kemasyarakatan (sosiolog) akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber hukum ialah peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
• Sumber Hukum Formal
Merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku. Yang diakui umum sebagai sumber hukum formal ialah UU, perjanjian antara negara, yurisprudensi dan kebiasaan. Sumber-sumber hukum formal yaitu :
1) Undang-undang (statute)
Ialah suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara.

2) Kebiasaan (Costum)
Ialah suatu perbuatan manusia uang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama . Apabila suatu kebiasaan tersebut diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbul suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
3) Keputusan-keputusan hakim (Jurisprudentie)
Dari ketentuan pasal 22 A.B. ini jelaslah, bahwa seorang hakim mempunyai hak untuk membuat peraturan sendiri untuk menyelesaikan suatu perkara. Dengan demikian, apabila Undang – undang ataupun kebiasaan tidak member peraturan yang dapat dipakainya untuk menyelesaikan perkara itu, maka hakim haruslah membuat peraturan sendiri.
4) Traktat (treaty)
Perjanjian yang diadakan oleh dua Negara atau lebih disebut perjanjian antara Negara atau perjanjian internasional ataupun traktat. Traktat juga mengikat warganeraga dari Negara-negara yang bersangkutan.
5) Pendapat sarjana hukum (doktrin)
Dalam yurisprudensi terlihat bahwa hukum sering berpegang pada pendapat seseorang atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal dalam ilmu pengetahuan hukum. Dalam penetapan apa yang akan menjadi dasar keputusannya, hakim sering menyebut pendapat seorang sarjana hukum mengenai soal yang harus diselesaikannya, apalagi jika sarjana hukum itu menentukan bagaimana seharusnya.

 

 

 

3. Kodefikasi Hukum
Menurut bentuknya, Hukum itu dapat dibedakan antara lain:
1) Hukum Tertulis (Statute Law = Written Law), yakni Hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-peraturan.
2) Hukum Tak Tertulis (unstatutery law = unwritten law), yaitu Hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan-pereaturan (disebut juga hukum kebiasaan).
Mengenai Hukum Tertulis, ada yang dikodefikasikan, dan yang belum dikodefikasikan.
Kodefikasi ialah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap. Unsur-unsur kodifikasi ialah:
a. Jenis-jenis hukum tertentu (misalnya Hukum Perdata);
b. Sistematis;
c. Lengakap.
Sedangkan tujuan kodifikasi daripada hukum tertulis ialah untuk memperoleh :
a. Kepastian hukum;
b. Penyederhanaan hukum;
c. Kesatuan hukum.
4. Kaidah atau Norma
Norma atau kaidah adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi pedoman dan panduan dalam bertingkah laku di kehidaupan bermasyarakat. Norma mengandung nilai tertnetu yang dipatuhi oleh masyarakat dan berorientasi mengenai mana yang baik dan mana yang buruk. Oleh karena itu, norma juga digunakan sebagai tolak ukut didalam mengevaluasi tingkah laku seseorang. Adapun norma-norma yang berlaku dimasyarakat antara lain :
1) Norma Agama
Peraturan hidup manusia yang berisi perintah dan larangan yang berasal dari Tuhan.
2) Norma Moral/Kesusilaan
Peraturan/kaidah hidup yang bersumber dari hati nurani dan merupakan nilai-nilai moral yang mengikat manusia.

3) Norma Kesopanan
Peraturan/kaidah yang bersumber dari pergaulan hidup antar manusia.
4) Norma Hukum
Peraturan/kaidah yang diciptakan oleh kekuasaan resmi atau negara yang sifatnya memaksa.

5. Pengertian Ekonomi dan Hukum Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Permasalahan ekonomi pada intinya adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas,yang kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan.
Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat. Menurut Sunaryati Hartono, hukum ekonomi adalah penjabaran hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial, sehingga hukum ekonomi tersebut mempunyai dua aspek yaitu :
1) Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi
2) Aspek pengaturan usaha-usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata diantara seluruh lapisan masyarakat.
Hukum ekonomi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
1) Hukum Ekonomi Pembangunan, adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional.
2) Hukum Ekonomi Sosial, adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia).

 

 

Sumber :
1. http://madewahyudisubrata.blogspot.com/2012/04/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi.html
2. http://agilbhetec.blogspot.com/2013/04/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi.html
3. http://hannarayaa.blogspot.com/2013/05/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi.html
4. http://ikkyfadillah.tumblr.com/post/45261795230/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi
5. http://amalia-venralin.blogspot.com/2013/05/pengertian-hukum-dan-hukum-ekonomi.html

 

 

 

 

softskill (Masa Depan Masyarakat Ekonomi dan Keuangan Asia )

Masa Depan Masyarakat Ekonomi dan Keuangan Asia

 

Sejak awal kinerja ekonomi di kawasan ini masih kuat, reformasi struktural, didukung oleh kebijakan makro ekonomi yang koheren, perlu diletakkan di tempat untuk menjaga momentum positif ini. Catatan ini berfokus pada tiga spesifik menengah hingga jangka panjang isu – isu yang penting dalam membentuk masa depan masyarakat asian economic dan keuangan adalah sebagai berikut  :

  • Pertama, di bidang perdagangan, pentingnya mengukur trad nilai tambah hal.
  • Kedua, pendanaan jangka panjang investasi jangka, terutama di bidang infrastruktur, dan membuat investasi ini.
  • Ketiga, kerja sama keuangan regional di Asia yang seharusnya menjadi lebih solid dan kuat.

Beberapa tantangan kebijakan lebih lanjut yang segera dibahas di akhir di mana beberapa bidang kerjasama antara OECD dan kawasan Asia yang disorot dan kemungkinan lebih lanjut untuk bekerja bersama dieksplorasi secara singkat .

 

referensi :

http://kartikameylani05.blogspot.com/

http://putripertiwimintop.wordpress.com/

Softskiil (Risiko, Pengembalian, dan Holdings Optimal Swasta Ekuitas: Sebuah Survei Pendekatan yang Ada)

Risiko, Pengembalian, dan Holdings Optimal Swasta

Ekuitas: Sebuah Survei Pendekatan yang Ada

 

Ekuitas swasta ( PE ) investasi adalah investasi di perusahaan swasta diselenggarakan, yang perdagangan langsung antara investor bukan melalui terorganisir
pertukaran. Investasi tersebut biasanya dilakukan melalui dana PE terorganisir
sebagai kemitraan terbatas, dengan investor institusional (biasanya pensiun
dana hibah atau universitas) sebagai mitra terbatas (piringan hitam) dan PE  Bagian dari makalah ini dipresentasikan pada Konferensi CFA Institute di Chicago 2011 .

PE dana biasanya diklasifikasikan sebagai pembelian , modal ventura ( VC ) , atau beberapa jenis lain dari dana yang mengkhususkan diri dalam investasi ekuitas- seperti lainnya likuid non – terdaftar . PE dana biasanya memiliki cakrawala 10-13 tahun, di mana modal yang diinvestasikan tidak dapat ditebus . Selain itu , perjanjian kemitraan menentukan tata kelola dana yang kompleks , menentukan kompensasi GP sebagai kombinasi dari biaya yang sedang berlangsung ( biaya manajemen ) , biaya transaksi bagi hasil ( bunga dilakukan ) dan biaya lainnya .Salah satu ciri PE investasi adalah bahwa keputusan investasi yang timbul dari pertimbangan manajemen dan isu-isu seperti lembaga terkait menjadi intrinsik terkait dengan kinerja PE. Gompers dan Lerner ( 1999) , Litvak (2009) , dan Metrick dan Yasuda (2010), meneliti sampel kecil dari berbagai kontrak PE . Beberapa kesimpulan sementara muncul :

  • Kontrak PE sebagian besar standar .
  • Ada beberapa variasi dalam ketentuan khusus yang mengatur perhitungan dan waktu dari   biaya dan bunga dilakukan
  • Biaya dan kinerja komponen tetap bukanlah pengganti tapi pelengkap.
  •  Ada perdebatan tentang sensitivitas kinerja PE kompensasi .
  • Kontrak PE adalah dokumen yang kompleks .

REFERENSI

 

Ang, A., and N. Bollen, 2010, Locked Up by a Lockup: Valuing Liquidity as a Real

Option, Financial Management 39, 1069_1095.

Ang, A., and D. Kristensen, 2012, Testing Conditional Factor Models, forthcoming

Journal of Economics, 106, 132_156.

Ang, A., D. Papanikolaou, and M. Westerfield, 2011, Portfolio Choice with Illiquid

Asset, Working Paper, Columbia University.

Bank of International Settlements, 2003, Incentive Structures in Institutional Asset

Management and Their Implications for Financial Markets, BIS. Report.

Bolton, P., and M. Dewatripont, 2005, Contract Theory, MIT Press, Boston, MA.

Brown, D. T., G. Ozik, and D. Scholz, 2007, Rebalancing Revisited: The Role of

Derivatives, Financial Analysts Journal, 63, 32_44.

Bygrave, W., and J. Timmons, 1992, Venture Capital at the Crossroads, Harvard

Business School Press, Boston.

Campbell, J. Y., A. W. Lo, and A. C. MacKinlay, 1997, The Economics of Financial

Markets, Princeton University Press, Princeton, NJ.

Chung, J.-W., B. A. Sensoy, L. H. Stern, and M. Weisbach, 2011, Pay for Performance

from Future Fund Flows: The Case of Private Equity, forthcoming

Review of Financial Studies.

Cochrane, J., 2005, The Risk and Return of Venture Capital, Journal of Financial

Economics 75, 3_52.

Constantinides, G. M., 1986, Capital Market Equilibrium with Transaction Costs,

Journal of Political Economy 94, 842_862.

Dai, M., P. Li, and H. Liu, 2008, Market Closure, Portfolio Selection, and Liquidity

Premia, Working Paper, Washington University in St. Louis.

De Roon, F., J. Guo, and J. Ter Horst, 2009, Being Locked Up Hurts, Working

Paper, Tilburg University.

De Zwart, G., B. Frieser, and D. van Dijk, 2012, Private Equity Recommitment

Strategies for Institutional Investors, Financial Analysts Journal 68, 81_99.

Diamond, P. A., 1982, Aggregate Demand Management in Search Equilibrium,

Journal of Political Economy 90, 891_894.

Hochberg, Y., A. Ljungvist, and A. Vissing-Jorgensen, 2010, Informational Hold-Up

and Performance Persistence in Venture Capital, Working Paper, Northwestern

University.

Kaplan, S. N., and A. Schoar, 2005, Private Equity Performance: Returns, Persistence,

and Capital Flows, Journal of Finance 60, 1791_1823.

Kaplan, S. N., and P. Stromberg, 2009, Leverage Buyouts and Private Equity,

Journal of Economic Perspectives 23, 121_146.

Kartashova, K., 2011, The Private Equity Premium Puzzle Revisited, Working

Paper, Bank of Canada.

Korteweg, A., and M. Sorensen, 2010, Risk and Return Characteristics of Venture

Capital-Backed Entrepreneurial Companies, Review of Financial Studies 23,

3738_3772.

Lagos, R., and G. Rocheteau, 2009, Liquidity in Asset Markets with Search Frictions,

Econometrica 77, 403_426.

Leibowitz, M., and A. Bova, 2009, Portfolio Liquidity, Morgan Stanley Research.

Leland, H. E., 1996, Optimal Asset Rebalancing in the Presence of Transactions

Costs, Working Paper, UC Berkeley.

Ljungqvist, A., and M. Richardson, 2003, The Cash Flow, Return and Risk

Characteristics of Private Equity, Working Paper, NYU.

Litvak, K., 2009, Venture Capital Partnership Agreements: Understanding Compensation